PERTANIAN
Dikutip dari Harian KOMPAS, Selasa, 29 Juli 2008, halaman 01.
JAKARTA, KOMPAS - Ancaman kekeringan yang melanda sawah tahun ini akan terus meluas seiring datangnya kemarau, apalagi saat ini hanya sekitar 18 persen lahan pertanian sawah di Indonesia yang mendapat jaminan pasokan air waduk.
Menurut Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir, Senin (28/7) di Jakarta, sebagian besar lahan pertanian beririgasi mendapat pasokan air sungai yang bukan berasal dari waduk. Lahan sawah inilah yang berpotensi mengalami kekeringan meluas.
Apalagi, disparitas debit air sungai saat kemarau dan hujan sangat tajam. Hal ini semakin menegaskan, suplai air irigasi yang tidak berasal dari waduk menipis. Begitu pula sawah yang irigasinya dijamin waduk juga mengalami kekeringan akibat debit air waduk menyusut sebagai dampak pendangkalan dan minimnya suplai air.
Berdasarkan data Departemen Pertanian, luas lahan sawah sekitar 7,6 juta hektar (ha). Dari luasan itu sekitar 2,1 juta ha lahan beririgasi teknis, 1,03 juta ha beririgasi setengah teknis, 1,32 juta ha irigasi desa atau sederhana. Selebihnya sekitar 3,15 juta ha lahan pertanian tadah hujan, pasang surut, dan jenis lahan lain.
Menurut Winarno, dari sekitar 5 juta ha sawah beririgasi hanya ada 899.000 ha yang mendapat pasokan air waduk. Selebihnya mengandalkan air irigasi desa dan semiteknis yang bersumber dari nonwaduk.
Adapun menurut Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Deptan Ati Wasiati, luas lahan pertanian yang kekeringan pada periode Januari-28 Juli 2008 mencapai 182.995 ha. Dari luasan lahan yang dilanda kekeringan itu hanya 16.475 ha yang puso.
Winarno menjelaskan, dampak buruk bagi produksi pangan akibat kekeringan tidak hanya menimpa tanaman yang puso, tetapi juga padi yang tidak puso karena padi yang kekurangan air saat mulai pengisian bulir berakibat hampa.
Dengan rata-rata penurunan produktivitas 2 ton GKG per ha saja, luas lahan yang kekeringan 182.995 ha mengakibatkan potensi kehilangan produksi padi 365.990 ton GKG atau setara 237.000 ton beras. Ini setara dengan Rp 1,43 miliar, dengan catatan harga beras Rp 5.000 per kilogram.
Komitmen pemerintah
Di Palembang, saat mendampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Pertanian Anton Apriyantono memastikan, pemerintah telah mencanangkan program jangka panjang untuk menghadapi kekeringan setiap musim kemarau agar tidak mengganggu pertanian. Program itu dilaksanakan, antara lain, dengan menjaga hutan agar tidak gundul, memperbaiki daerah aliran sungai, serta memperbaiki irigasi dan waduk.
”Pemerintah selalu memperbaiki irigasi dan waduk. Tetapi, wilayah Indonesia terlalu luas sehingga perbaikan butuh biaya yang relatif besar,” ujar Anton.
Menurut Anton, bahkan anggaran PU pada untuk perbaikan irigasi pada tahun ini mencapai Rp 9 triliun. Jumlah itu jauh lebih besar dari seluruh anggaran Deptan saat ini.
Terkait hal di atas, Deputi Bidang Koordinasi Pertanian dan Kelautan Menko Perekonomian Bayu Krisnamurthi mengatakan, pemerintah memperhitungkan kebutuhan dana untuk membangun infrastruktur air yang bisa mengairi seluruh lahan pertanian di sepanjang pantai utara Jawa meningkat dari Rp 70 triliun menjadi Rp 100 triliun. Ini karena untuk mengembalikan Indonesia ke kondisi swasembada pangan, diperlukan investasi lebih besar pada sektor pengairan.
”Tahun lalu, penghitungan investasi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pengairan lahan tanaman pangan mencapai Rp 70 triliun. Itu dibutuhkan untuk reinvestasi infrastruktur, irigasi, dan pengairan agar kembali ke posisi swasembada tahun 1985. Namun, perhitungan terakhir, angkanya meningkat menjadi Rp 90 triliun-Rp 100 triliun,” ujar Bayu. (MAS/WAD/BOY/OIN)
Kembali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar