Jakarta, Kompas - Puluhan petani tebu di Desa Tanggul Kulon, Kecamatan Tanggul, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis (28/8) pagi, membakar tanaman tebu di ladang mereka. Tindakan itu sebagai protes terhadap sikap pemerintah terkait membanjirnya gula rafinasi.
Berdasarkan pengamatan Kompas, pembakaran dilakukan di bagian pinggir ladang sehingga hanya membakar tiga hektar tanaman tebu dari 10 ha yang siap panen. Menurut Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Arum Sabil, pembakaran akan semakin luas jika masalah yang ada tidak diselesaikan.
Saat ini, disinyalir gula rafinasi beredar di pasar gula konsumsi atau rumah tangga. Gula rafinasi seharusnya hanya dijual ke industri makanan dan minuman.
Di sisi lain, gula petani menumpuk di gudang pabrik gula. Sebagian besar petani bahkan hanya memegang bukti pemesanan (delivery order/DO), tetapi tidak terbayarkan oleh pabrik gula. Alasannya, pabrik gula kehabisan dana karena gula tidak laku dijual akibat membanjirnya gula rafinasi di pasar.
Harga lelang gula saat ini di bawah harga talangan yang ditawarkan investor kepada petani. Harga lelang gula petani hanya Rp 4.913 per kg dan Rp 4.925 per kg. Padahal, harga talangan ditetapkan Rp 5.000 per kg.
Dalam seminar ”Peran Teknologi dalam Mendukung Industri Gula yang Tangguh dan Berdaya Saing” di Pasuruan, Jawa Timur, terungkap, harga gula di tingkat petani sangat menentukan tercapainya target swasembada gula tahun 2009.
Kepala Badan Litbang Departemen Pertanian Gatot Irianto menyatakan, efisiensi sistem pergulaan nasional adalah kunci untuk mencapai target swasembada gula. Efisiensi sistem pergulaan nasional akan kandas jika harga gula tidak menarik bagi petani
20.000 ton gula rafinasi
Sementara di Makassar, Tim Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa pada Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan, Rabu (27/8), menemukan 20.000 ton gula rafinasi yang diduga diperdagangkan bebas di pasar tradisional. Namun, hingga Kamis kemarin, gula rafinasi itu belum ”diamankan”. Pemilik gudang Usaha Dagang Benteng Baru menolak menyerahkan gula rafinasi senilai Rp 100 miliar itu.
Gula rafinasi tersebut produksi PT Permata Dunia Sukses Utama Cilegon, PT Angels Products Bojonegoro, dan PT Sentra Usahatama Jaya Cilegon. ”Gula rafinasi itu akan diamankan karena kami duga diperdagangkan secara bebas dan beredar di pasar,” kata Martin S Siregar, ketua tim.
Penanggung jawab gudang UD Benteng Baru, Renald Sutanto, mengaku memiliki izin perdagangan gula rafinasi dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Selatan. ”Kami tidak pernah menjual gula rafinasi secara eceran,” katanya. (LAS/ROW/MAS/SIR)
[ Kembali ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar